Hoop hoop, siapa yang tak punya pekerjaan impian?
Saya yakin setiap orang pasti punya cita-cita, atau yap yang saya sebut dengan pekerjaan impian.
Saya juga punya, suatu karir yang terus menerus terputar di otak saya lagi dan lagi. Sebut saja, menjadi volunteer di NGO dan ibu rumah tangga. Haha, tampak kontras memang. Volunteer di NGO identik dengan pekerjaan sosial yang menuntut fokus lumayan besar, sedangkan ibu rumah tangga menuntut ketersediaan waktu yang banyak. Well, kalau kalian tidak yakin saya bisa menjalani keduanya, saya malah bepikir keduanya sanggup saya jabani.
Kenapa menjadi volunteer? Kenapa malah pekerjaan ini yang terlintas di otak saya, mengingat orang lain menaruh daftar ingin menjadi dokter, arsitek, atau bahkan guru. Dulu saat SMP, saya ingin sekali bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat saat besar nanti. Tapi, hal itu dilemahkan oleh ibu saya. Bukan bermaksud negatif, tapi ibu saya malah bilang, kalau menjadi pekerja di LSM, membutuhkan uang berlebih. Dalam arti, jika ingin berkontribusi ke mayarakat, maka kita harus memiliki input lebih pula. Well, pemikiran ini tak salah memang, tapi hanya berbeda perspektif. Oke, sejak saat itu, saya mikir-mikir lagi untuk jadi bagian dari LSM. Pada kasus ini, saya pada saat itu termasuk remaja yang ditekan oleh keadaan ekonomi di Indonesia. Tapi seiring berjalannya waktu, perspektif masyarakat awam yang berpikir menjadi volunteer tidak diapresiasi dalam bentuk insentif dana itu, ternyata keliru. Menjadi tenaga profesional di LSM atau NGO, mencetak ide-ide baru untuk memajukan masyarakat, itu mendapat bayaran yang lumayan nominalnya. Yah tergantung bekerja di LSM/NGO apa sih, walaupun dibayar atau tidak dibayar, dalam kacamata saya, itu adalah nomor kesekian yang tidak saya permasalahkan.
Selanjutnya, saya ingin menjadi psikolog, guru bimbingan konseling, orang laboratorium, sampai orang limbah di perusahaan. Yang terkahir adalah cita-cita saya yang bertahan cukup lama. Berawal dari ketertarikan dan kepedulian saya pada lingkungan, ditambah jurusan kimia murni yang saya ambil, hampir bulat tekad saya untuk mengabdi diri pada isu lingkungan.
Perspektif baru pun menghampiri saya, seorang sobat saya bekerja sebagai orang lingkungan (yang paling dipercayakan perusahaan) di Holcim Cilacap. Nah, mungkin karena statusnya yang paling dipandang, maka dia kebanjiran begitu banyak poyek. Apalagi keahliannya di bidang manajemen data, membuatnya lebih banyak mengurus sepaket data tentang kondisi lingkungan di Cilacap, tapi tetap bekerja di lapangan pastinya. Saya, sebagai satu-satunya sobat yang dia punya (saya juga begitu sih), sering kebagian jatah konsultasi ide dan editing kerjaan dia. Secara gak langsung, saya diajak masuk ke dunia lingkungan ala Holcim Cilacap. Dan jujur saja, melihat dinamika kerjaan dia yang masya Allah banyaknya, saya jadi jiper sendiri. Emang enak sih, karena berada di bagian lingkungan berarti bisa mengontrol lingkungan di tempat tinggal kita. Tapi kalo begitu banyaknya kerjaan yang dipegang, apalagi ditambah hari kerja dia yang begitu padat, wah saya gak sanggup kayaknya. Walaupun belum tentu semua perusahaan seperti itu, tapi kayaknya saya mesti mikir-mikir lagi deh.
Semasa tahun ketiga di universitas, saya kenal dengan dunia volunteering. Dan bisa ditebak, saya jatuh cinta. Berawal dari coba-coba bergabung di NGO nasional seperti Global Citizen Corps Indonesia, Suara Pemuda Anti Korupsi, sampai Indonesian Young Leaders Council, saya pun melihat keasyikan tersendiri untuk menjadi social servant. Haha, sebut saya aneh, karena cita-cita saya tak merefleksikan jurusan yang saya ambil sekarang. Tapi saya suka menjadi volunteer! Disaat ibu saya ngomel tentang volunteer yang tak dibayar dan komentar miring dari beberapa rekan saya, saya malah keukeuh ingin menjadi sukarelawan.
Mungkin ini terkait dengan idealisme saya sebagai pemuda di Indonesia. Saya yakin kalau saya bisa merubah Indonesia ke arah yang lebih baik. Memang ga gampang, apalagi berharap proses ini akan cepat. Tapi saya optimis, dengan bekerja lebih untuk masyarakat dan mengarahkan mereka ke arah yang lebih baik, saya bisa membantu Indonesia tersenyum. Sebut saya kaum idealis, sebut saya maniak aktivitas, sebut saya keras kepala, sebut saya apa saja yang kalian pikirkan. Tapi jangan kaget kalau 10 tahun lagi, saya dan teman-teman aktivis lainnya memperlihatkan keadaan Indonesia yang kalian inginkan.
Oke, itu untuk volunteering, kayaknya menarik untuk dibahas lebih dalam, tapi saya akan menulisnya di postingan terpisah nanti, hehe. Sekarang, kenapa saya pengen jadi ibu rumah tangga juga?
Haha, sebenarnya ini lebih ke alasan personal. Saya kepengen banget nanti saat sudah menikah (entah sama siapa), saya tetap bekerja sebagai volunteer, penulis paruh waktu (aamiin), juga mendedikasikan diri untuk keluarganya. Kayaknya enak gitu jadi ibu yang peduli sama anak-anaknya juga suaminya. Ya ampun, saya sebenarnya malu juga buat nulis ini, tapi yaah emang kayak gini yang saya pengen, jadi orang yang mampu mendidik anak-anaknya untuk jadi the next leader. It would be so nice, ngedampingin mereka untuk berkembang, jadi sahabat mereka, jadi supporter mereka yang utama, juga mengarahkan mereka ke dunia yang lebih luas lagi.
Huah i can’t write for more. Too shy to explain all my desires in this case. But honestly, i am into being a housewife :D
So, what is your dream job, guys? Whatever the job, i hope it could bring positive impacts to your circumtances. Dare yourself to be better day by day !
0 respon:
Posting Komentar
Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?