Kalau saya pertama banget daftar Twitter ya karena masih sepi, dan bisa curhat sebebasnya. Makin kesini, saya makin jatuh cinta sama Twitter lantaran daftar following saya yang lucu. Tweet yang muncul di timeline, biasanya tweet lawakan anak Twitter, foto masakan dan meme imandita yang beneran lucu, sama rekomendasi tempat, makanan, atau produk.
Menurut saya, following saya ini bisa dibilang penyelamat di kala bosan, which is selalu berhasil. Tapi, sekarang Twitter udah berubah :(
Gambar dari sini |
Belakangan ini, Twitter lagi kena isu yang dihajar beruntutan. Pertama isu penembakan kucing, lalu sepasang kekasih yang membunuh mantan, kemudian merembet ke hal-hal humanis yang jadi perdebatan kelas menengah ngehe.
Oh come on, admit it. Kita betah di Twitter karena udah muak sama tayangan TV kan? Yang terus menerus menggaungkan berita negatif (which is dikategorikan sebagai berita baik buat mereka). Kita udah muak dibombardir sama pemberitaan yang bikin kita pesimis sama dunia ini, bikin kita terus-terusan parno buat jalan malam hari, dan lain-lain. Makanya, saya dan mungkin beberapa dari kalian mulai unfollow akun berita. Karena nggak mau mencemari timeline sama headline super aneh yang bikin dahi kita mengernyit terus-terusan.
Tapi, setelah dihajar oleh masalah yang kontroversial berturut-turut, banyak anak Twitter "menyalin" info ini ke Twitter. Berita yang bikin kita ngeri dan pesimis ini, kembali dibawa ke Twitter. I was like, man I am following you in order to stay away from those negative craps. And then you tell it to Twitter? *sigh*
Saya bukan bilang bahwa isu itu semua nggak penting. Kita semua punya ketertarikan pada satu atau banyak isu. Kita membela dan berjuang untuk isu kita masing-masing. Tapi, kalo berjuangnya di Twitter ya sama aja boong sih. Twitter itu, prinsipnya adalah gerbang. Cukup tahu adanya suatu info, lalu susun jadi aksi nyata kalo kamu beneran gemes sama suatu masalah. Ngajak orang twitwar di timeline sama sekali nggak membantu menyelesaikan masalah. Bikin orang lain sakit mental, iya. So please, stop it.
Beside, it's Twitter anyway. Susah untuk bisa berdiskusi secara efektif dalam 140 karakter. Hilangnya tanda baca dan ekspresi lawan bicara, memperbesar kemungkinan kita untuk salah persepsi. Jadi, mau sebacot apa pun kamu di Twitter, it doesn't worth.
Gambar dari sini |
Balik lagi ke soal pemberitaan negatif Twitter. I beg you, at least who read it, stop it. Biarkanlah timeline kamu ramai ngomongin soal A atau B atau bahkan C. Jika itu adalah berita negatif dan menyebar kebencian, lebih baik kamu jangan retweet atau ikut mempermasalahkan hal tersebut. Jangan gara-gara "orang lain udah ngomongin hal itu, gue juga harus ikutan biar keren". It really, not it is.
Oh dan perlu diingat. Apa yang kamu baca, belum tentu benar. Dalam semua masalah, selalu ada tiga sudut pandang : pelaku, korban, dan kebenaran. Jadi, selalu ada alasan-alasan yang missed untuk kamu tahu. Menilai orang sembarang dari "tweet kata orang" saya kira sih nggak bijaksana. Kamu nggak tahu betapa caci dan makian di Twitter bisa bikin orang sakit jiwa. Biarlah yang bermasalah diurusi oleh orang yang bertanggung jawab. Kalian nggak usah ikut-ikutan. You give them misery, which is so rude in my opinion.
Jadi, udah siap untuk kembali ke timeline Twitter lama? Yang penuh sama tweet kocak bikin kamu terhibur dan betah? Well, let's start with your own timeline ;)
-- hit me on @dinikopi
advice: improve your laughable grammar if you wanna be taken seriously, k?
BalasHapusKakak udah baca http://www.dinikopi.com/2014/03/bahasa-inggris-dan-penggunaannya-yang.html emangnya? :)
HapusStop spreading hate over social media, dear :)
BalasHapusYoyoyooow~
Hapus