Gambar dari : http://weheartit.com/entry/53280397/via/_imlovely |
Gemerisik daun adalah satu-satunya musik yang mendominasi
indra pendengaranku. Hari ini adalah hari keempat aku berlibur ke Palan seorang
diri. Menyenangkan sekali rasanya dapat berlibur tanpa adanya paksaan harus
kesana atau kemari menurut keinginan orang lain. Sekarang hanya ada aku,
dedaunan, dan terpaan angin di wajah.
Bobby, anak petani yang rumahnya tepat di seberang hostel
yang ku sewa, mengantarkan ku ke kota Colus untuk membeli beberapa helai
pakaian. Aku memutuskan untuk memperpanjag masa berliburku yang semula tiga
hari menjadi satu minggu. Bobby membawa mobil pick up dan aku menolak untuk
duduk di sampingnya. Hei, duduk di kap mobil terasa lebih menantang daripada
mengamankan diri dalam balutan seatbelt.
Lagipula, aku dalam masa berlibur, bukan sedang kunjungan
kerja. I do what I want to do.
Di bawahku, terdengar sayup-sayup lagu Landon Pigg dari
radio
I
think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the paths that your eyes wander down
I want to come too
I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the paths that your eyes wander down
I want to come too
I think that possibly, maybe I'm falling for you
Nadanya enak, adem. Tapi mengapa liriknya harus drama percintaan? Seperti
tak ada lagi yang berharga di dunia ini tanpa harus membahas cinta? Ah, damn.
Lagi-lagi perasaan muak itu. Muak dengan cinta beserta embel-embel tanggung
jawabnya.
“Tahun
depan, kamu udah harus menikah, Sara!”
“Bangun
pagi aja nggak bisa, apalagi yang lainnya”
“Aku
sih siap, kamu sendiri apa udah siap?”
“Lelaki
yang bertanggung jawab adalah lelaki yang mau menikahi kekasihnya”
Sekelebat ucapan mereka terdengar kembali dalam benakku. Masuk
menyelonong ke dalam rencaa escape holiday ku yang sempurna.
“SIALAN KALIAAAN SEMUAAA!” Aku sekeras mungkin berteriak sambil menarik
rambut ke belakang. Rasanya sesak itu tak akan pernah hilang, walau aku
berusaha mengikisnya sedikit demi sedikit. Tapi, lihat saja, ocehan mereka
masih muncul sesekali.
Bobby tak memelankan laju mobil sedikit pun. Entahlah apa ia mendengar
teriakanku barusan atau tidak. Sebut aku nelangsa, tapi aku memang harus
berlari dari desakan menikah orang tuaku yang gila dan calon suami yang
menuntut. Siapa yang sangka masa-masa senang akan berakhir di altar pelaminan. Tak
akan ada lagi pesta piyama di rumah Kaithlyn, lembur di studio untuk
menyelesaikan proyek, atau bangun siang di hari Sabtu dan Minggu.
Tapi biarlah, biarlah aku menghela napas sejenak sampai akhir minggu
depan. Karena disinilah aku, di Palan seorang diri, tak memiliki rencana
perjalanan, duduk di atas mobil pick up dengan rambut terbang bebas menyambut
kebebasannya. No more cell phone, email, social media, or even a pager. Hidup
itu indah, bukan? Aku menyunggingkan senyum paling lebar.
-- hit me on @dinikopi
0 respon:
Posting Komentar
Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?