Senin, 01 November 2010

Celotehan Lain

No comments    
categories: 
ini bisa dibilang telat. tapi tak apalah, saya tetap semangat menuliskannya.

Beberapa post saya bulan lalu banyak yang terkait dengan pendidikan. Tulisan ini pun bercerita juga tentang beberapa kejadian yang menimpa saya, yang saya rasa perlu saya tulis, perlu saya bagi. Bukan untuk menilai siapa yang benar atau salah, tapi untuk diresapi maknanya dan diambil maknanya dari berbagai perspektif.

Beberapa minggu yang lalu, di kelas Biokimia, diadakan tes mendadak. oke, saya tidak siap. tapi tetap tenang walau saya tahu, bahwa struktur laktosa saja masih abstrak di otak saya. yang saya hanya bisa hanyalah struktur Fischer dari Manosa, itu pun masih ingat karena minggu lalu, si dosen mengadakan tes maju ke depan untuk menggambar struktur Manosa. jadi masih melekat di jalinan syaraf saya. tapi struktur Haworth? ugh saya menyerah deh, serius karena saya tak paham mengapa struktur itu terbentuk sedemikian rupa. Saya tak mengerti, apalagi paham.

Ternyata bukan saya saja yang gagap juga kelabakan. hampir semua anak di kelas juga serupa. ini dibuktikan dengan pembacaan nilai yang sangat jauh dari apa yang diharapkan. Oke, kami salah. kami tak belajar sebelum masuk kelas. kami hanya mengambil mentah-mentah apa yang dosen omongkan dan tak penasaran sesampainya di rumah. oke, itu salah kami.

sang dosen teori yang juga merangkap sebagai dosen praktikum langsung memvonis kami yang nilainya dibawah batas minimum untuk tidak ikut praktikum. Err, apa apaan ini? maksud saya, oke kami memang gak hapal segala struktur karbohidrat. Lagipula apa perlunya buku? mengapa itu harus dihapal? padahal kami tak diajari bagaimana cara memahaminya. kami diajarkan bagaimana menghapalnya saja. Dan gara-gara itu kami tidak boleh ikut prktikum? yang mana bahan materi di praktikum berbeda dengan teori. Dalam arti memang praktikum itu didasari oleh teori, tapi secara teknis kedua kubu itu berbeda.

Dan jika benar begitu adanya, maka saya tak bisa ikut praktikum. Itu juga berarti saya ikut praktikum suslan. Ditambah bonus harus membayar lima puluh ribu rupiah untuk praktikum susulan.

Pasrah. begitu reaksi spontan saya. mulut saya terkunci. padahal saya tahu ada yang tak beres disini. dalam arti, mengapa sang dosen mencampuradukkan otoritas di teori dan praktikum. tapi sata tak juga bersuara seperti yang biasanya saya lakukan di kelas. saya pasif. saya menjadi apatis. saya malas menanggapi kasus ini.

Kejutan datang dari orang yang tak pernah saya pikirkan. Seorang teman saya yang bernama Hero Indriyanto pun menjelma menjadi pahlawan, setidaknya menurut saya. Ia dengan lantang namun juga sopan meminta kejelasan logika mengapa hanya karena tes mendadak teori ini, dikaitkan dengan praktikum. Namun apa jawab si dosen? bisa dilihat dari mimiknya yang tegang, ia kesal dengan respon dari salah satu mahasiswanya ini, yg bisa dibilang mewakili suara hati kami-kami yang tidak boleh ikut praktikum. Ancaman "silahkan keluar dari kelas saya jika kamu tidak suka dengan peraturan ini" pun tak ayal lagi keluar dari mulut si dosen.



Saya melihat dengan jelas kekecewaan Hero, mukanya pias dan suaranya bergetar. Mungkin ini berlebihan, tapi ini logis jika dikaitkan dengan reputasi awal Hero yang merupakan mahasiswa brilian di kelas saya, namun kali ini ia harus gagal. Tapi tetap saja saya berdecak kagum atas keberaniannya yang entah datang darimana.

Adegan ini pun bertambah lengkap dengan aksi banting pintu si dosen, beliau tak mau melanjutkan kelas.

Kelas ramai. penuh celoteh. saya secara otomatis memuji Hero atas keberaniannya. tak peduli dengan dosen yang tak mau peduli dengan kegalauan kami ini, para mahasiswa.

Keesokan harinya, baru saya ketahui keberanian Hero datang darimana. Sebenarnya ini bukan promosi. Tapi ia mengaku memiliki keberanian untuk berbicara apa yang ia yakini tak beres setelah mendatangi Leadership and Global Issue Training dari Global Citizen Corps Indonesia. Masih ingat Raise Your Freedom Community? Yap, Hero salah satu anggotanya. dan ia sempat menghadiri training tersebut.

Jujur, saya sangat terharu. Speechless. Saya melihat langsung, sebuah perubahan signifikan dari teman saya sendiri.

Mudah-mudahan ke depannya, akan ada banyak Hero-Hero lain yang bertransformasi. Agar pemuda Indonesia tak gentar untuk menyuarakan apa yang ia percaya. Jangan nilai benar dan baik dahulu, karena kebenaran mutlak hanya milik Tuhan, sesuatu di luar batas kontrol kita. dan sekali lagi terima kasih Hero sudah menyuarakan isi hati saya, kami para mahasiswa yang terancam tak ikut praktikum. Saya sungguh sangat tercengang melihat keberaniannya, dan malu melihat apa yg saya lkukan saat itu. Hanya terdiam, pasrah, apatis. Memalukan.

Tapi well, peristiwa ini akhirnya membakar sayauntuk tidak takut. dalam arti secara nyata tidak takut untuk menyuarakan apa yang saya yakin benar di kelas. Ya, di kelas, ruangan berdinding empat yang selalu menguras otak saya tentang konsep-konsep kimia super njelimet.

Selamat berkarya pemuda Indonesia!

PS : seorang teman saya menuliskan postingan blo dengan cerita serupa disini

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?