Rabu, 02 Januari 2013

Kenapa Harus Buru-Buru Nikah?

4 comments    
categories: 
Gambar dari : http://pinterest.com/pin/269230883945093066/

Belakangan ini, kalau saya sempat melihat tweet mondar-mandir tentang anjuran menikah cepat. Maksudnya, nggak usah pacaran, langsung nikah saja. Iya, ini berhubungan dengan ajaran Islam. Tapi, berhubung saya bukan orang yang religius, mari kita lihat dari sisi logisnya saja.

Lucu rasanya melihat mereka yang berkoar-koar untuk melarang pacaran dan langsung nikah, sebagian besar sudah pernah atau masih berpacaran. Katanya sih, pedekate bisa pas nikah, tapi ya mereka kok setuju pacaran juga. Mihihihi :)

Kalau saya pribadi sih ya, punya prinsip untuk pacaran minimal dua tahun dengan calon suami saya. Bukan apa-apa, saya musti tahu seperti apa teman serumah saya nanti, kebiasaan dia, sifat jeleknya, beradaptasi, dan lain-lain. Kalau ada yang bilang hal-hal ini bisa dilakukan setelah nikah, mungkin itu berlaku pada dia kali. Saya nggak mau ngambil resiko menikah dengan orang yang belum saya pahami betul.

Menyambung tweet sebaiknya segera menikah ini, muncul banyak tweet yang menilai laki-laki bertanggung jawab adalah mereka yang siap nikah. Kalau buat saya, kok ngeri ya. Nggak kenal, nggak pernah ketemu, kok tiba-tiba udah siap nikahin saya. Memangnya yang bersangkutan juga udah sanggup nerima borok-boroknya sikap saya? Aneh aja sih. Saya nggak mempan pake cara ini.

Dan misal dibilang si pacar nggak bertanggung jawab karena dia tidak siap nikah, nggak juga ya. Dia sedang kuliah, saya pun. Nggak mungkin nikah saat kuliah dan belum mapan. Kalo diajak besok nikah, juga saya ogah. Menikah itu butuh persiapan matang, nggak sesederhana makan bakso di pinggiran jalan. Laki-laki yang minta nikah cepat tanpa persiapan matang malah nggak bertanggung jawab sih di mata saya.

Lagipula, nggak selamanya nikah adalah kunci kebahagiaan. Untuk saya dan sebagian besar orang, mencapai karir yang sukses dan ambisi diri sebelum menikah adalah pencapaian tertinggi dari eksistensi diri. Saya sendiri menargetkan tidak akan menikah sebelum menginjak London dan menerbitkan buku. Rasanya kepengen bebas melakukan apa saja sebelum terikat dalam pernikahan.

Iya sih, menikah bukan berarti terkekang. Tapi rasanya pasti beda kebebasan sebelum dan sesudah menikah. Kalau ada anak kecil, tanggung jawab bertambah. Dan ini nggak mungkin diabaikan. Mau nggak mau, kita akan mempersempit prioritas pada keluarga saja. Palingan baru bisa mencapai mimpi yang lain saat anak sudah siap dilepas. Berapa tahun lagi? Wuih belasan tahun setelah menikah. I don't want to wait to achieve my dreams.

Kenapa sih harus buru-buru nikah? Mendingan cari calon yang paling baik sambil menebus satu per satu mimpi :)

-- hit me on @dinikopi

4 komentar:

  1. Kenyataannya, pacaran dua atau lebih tahun tetap tidak membuat kita paham mengenai sisi-sisi terdalam pasangan kita. Ada banyak "tabu' yang tidak memungkinkan kita paham sepenuhnya. Dan pada akhirnya, urusannya cuma "cinta" dan yakin doang. Cinta gak? Yakin gak?
    Enggak? ya sutralah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyah kalo mengenal semua sifat dalam dua tahun sih nggak mungki. Hanya garis besarnya aja. Tapi yah, diakui untuk pengambilan keputusan final tetep beneran mau komitmen apa nggak, yakin atau nggak sama orang ini. Nggak cuma asal nikah \o/

      Hapus
  2. Anjuran bukan berarti Pengingat tanpa solusi, ada tahapan proses sederhana seperti membeli bakso: Apa dasar kita menginginkan bakso. Dengan cara apa kita mendapatkan Bakso, Bakso mana yg akan kita pilih. Dan apa tujuan kita membeli bakso. pada akhir y kita akan tau isi dari bakso itu sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya itu, beli bakso aja perlu step dan kecermatan. Apalagi meikah. Jadi sebaiknya nggak harus terburu-buru apalagi kalau motivasinya hanya untuk kenyang :)

      Hapus

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?