Jumat, 27 Agustus 2010

Iya atau Tidak Jadi PNS

Siapa yang tak ingin jadi Pegawai Negeri Sipil? Pasti banyak yang mengacungkan jari dengan bersemangat. Siapa sih yang menolak gaji yg lumayan belum lagi kepastian tunjangan di hari tua. Well, tapi bukan hidup namanya kalo semuanya seragam. Saya yakin banget diluar sana ada banyak orang juga yang menolak menjadi PNS. Saya? Hemm, saya masih di zona abu-abu.


Pemikiran ini muncul dari beberapa bulan belakangan ini, tapi baru terpicu lagi untuk dipikirkan tadi malam ketika sob menelpon saya.


Ibu saya adalah PNS yg fokus kerjanya adalah guru, guru TK dan SD tepatnya. Beliau sekarang sedang mendorong saya untuk mengikuti jejaknya, yaitu menjadi guru dan memiliki label PNS. Dulu, saya sangat antusias, apalagi beberapa pasangan saya dulu sempat sangat mendukung saya untuk menjadi PNS. Didukung keluarga, didukung pacar (dulu), well saya makin kepengen jadi guru dan PNS.


Namun beberapa kegiatan saya belakangan ini, makin menunjukkan saya adalah orang yang sangat “non government”. Saya lebih nyaman mengajar secara privat, bukan di kelas resmi yang muridnya berjumlah 40 ke atas. Saya merasa memiliki keluarga di non-governmentorganization, bukan di organisasi yang katanya miniatur negara (baca : BEM). Dan pada akhirnya urusan PNS PNS ini mengusik otak saya.

Ibu : kak, mulai sekarang coba baca buku-buku tentang TK gih, jadi kalo ada orang dari Pemda yang nanya kan kakak bisa nyambung.

Saya : Hemm, iya ntar dini bacain (nada setengah melamun)

Ibu : Kakak emang bagus di buat presentasi sama B.Inggris, tapi ilmu ngajar TK itu perlu juga lho kak

Saya : iya ibu, ntar dini browsing di google (masih setengah melamun)

Ibu : kalo pengen jadi PNS dan sukses dengan cara ibu, ya musti ngikutin jalurnya. Emang begitulah ntar harus ngajar dulu, baru dini bisa jadi PNS di kantor-kantor

Saya : iya bu (kaget dan mikir lagi)


Mengajar di satu kelas yang sesak? Menghadapi sekumpulan murid dengan personality yang beragam? Well, saya gak yakin. Saya memang beberapa kali mengajar di TK ibu saya. Kebetulan saat itu saya mendapat kelas berlabel STM, alias kelasnya anak-anak yang “susah” diajarin. Dan percaya deh, mengajar TK, khususnya kelas label STM, jauh lebih sulit daripada mengerjakan soal stikiometri. Eits, tapi jangan salah, saya juga bisa handle the class. Buktinya saya sempat beberapa kali sangat sukses menghandle kelas kecil untuk les B.Inggris. Tapi, sebaiknya di-highlight, kelas kecil, bukan kelas yang muridnya setumplek. Saya juga bisa dibilang piawai dalam mengajar privat. Khususnya jika muridnya sudah duduk di kelas empat SD keatas. Tapi kelas besar seperti di TK atau SD? Hahaa, saya makin ga yakin.


Kalau ditanya kepengen apa gak jadi PNS, ya pengen lah. Tapi apa gak ada cara lain selain melalui jalur guru ya? Jika ditawari kerja di Komnas HAM, saya pasti gak nolak. Nah yang kerja disitu kan pasti PNS, tapi saya masih penasaran, jalur PNS apa yang mereka lalui? Serius deh, saya gak pengen jadi guru kelas.


Tapi balik lagi ke posisi saya yang berada di zona abu-abu, saya belum tahu bagaimana cara memutuskan jalur apa yang saya pilih untuk pilihan karir masa depan saya. Well, people is dynamic, so am i.


0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?