Sabtu, 27 November 2010

Filter Ledekan

Semenjak mendalami topik Hak Asasi Manusia, semua tindak tanduk saya mulai peka terhadap detail yang terjadi di lingkungan. Beberapa teman menganggap saya terlalu serius. Why so serious? Because it is not a game. It is other's feeling and rights.

Contohnya saja, beberapa teman saya menganggap "menjatuhkan" orang dari cara berbicara, berpakaian, juga berperilaku adalah hal yang biasa. Well, menurut saya, itu sangat menyakitkan. Beberapa orang dicap aneh hanya karena selalu memakai baju yang gak nyambung. Teman saya dijauhi hanya karena suka ngintil kemana-mana dengan gaya yang sok akrab. Salah satu teman saya dijauhi karena kebiasan nyeletuknya dan (maaf) aroma badan. Okelah, yang terakhir itu emang gak banget. Siapa sih yang tahan? Tapi ya gak bisa juga kalo kita sudah menetapkan garis permanen dan memasang label dengan selotip berlem super bahwa dia tidak pantas menjadi teman kita. Padahal, teman saya ini termasuk yang pintar di kelas. Walaupun jarang masuk kelas, tapi otaknya emang udah jalan lancar dari sononya.

Ups, tapi bukannya saya bersih. Sedikit banyak, saya masih menilai mereka dengan seenaknya, lihat saja paragraf deskriptif diatas, saya isi dengan kata sifat dan bukannya kata kerja. Kadang itu terjadi otomatis dalam otak, seakan memang begitulah cara yang pantas untuk memperlakukan mereka. Namun, begitu ini terjadi, setidaknya otak saya mulai menyadari bahwa saya sudah keluar jalur, dan segera merubah perspektif saya. Yah, namanya juga manusia, ada salah dan lupa-nya kan. Tapi ya harus segera disadari untuk kembali ke jalan yang benar :)

Yang pasti, saya kecewa dan terenyuh bila melihat peristiwa ledek-ledekan ini. Memang sih, judulnya hanya untuk bercanda. Tapi siapa sih yang tahu kondisi hati seseorang? Apalagi jika ledekan ini sudah diakumulasikan, bagaimana perasaan si objek ledekan ini.

Padahal setiap orang memiliki hak untuk berekspresi sebebas-bebasnya, selama tidak mengganggu hak orang lain. Setiap orang bebas memilih akan memakai baju warna apa dan bagaimana ia bersikap. Dan kita, sebagai lingkungan luar orang tersebut tak punya hak untuk meributkan kebebasannya ini. Toh, kita gak akan muntaber terus dibawa ke dokter kan sehabis melihat perilaku dia yang menurut kita gak wajar?

Sebut ini konsep liberal. Tapi hak asasi manusia adalah salah satu pendekatan, salah satu metode. Bukan tujuan. HAM hanya sebuah metode kita menata perspektif agar lebih toleran terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Bukanlah suatu keharusan jalan yang ditempuh. Setiap orang memiliki pandangan tersendiri tentang bagaimana efektifnya metode HAM. Saya hanya menyuarakan pendapat saya tentang metode ini.

Ayo, coba kamu bayangin kalo kondisinya dibaik. Kamu pikir, kamu sudah berpakaian benar menurut kamu, kamu sudah berbicara dengan gaya mu, kamu sudah berusaha semaksimal mungkin. Lalu kamu dijatuhkan, kamu dicemooh, kamu ditertawakan. Hanya karena gaya mu tidak mengikuti dominasi gaya yang sedang beredar. Seperti apa sakitnya coba? Otomatis hati akan berontak dan otak menantang "ya suka suka gue dong!"

Ini hanya ilustrasi saja, kondisi faktualnya bisa terjadi sangat menyedihkan dari ini, atau bisa lebih tidak mengenaskan dari ini, ya tergantung dari interpretasi orang yang bersangkutan.

Why so serious to react on this issue? Yep of course, because it's not the proper way to treat someone. Mereka punya perasaan dan hak untuk berekspresi sesuka hati. Dan sedikit candaan saja bisa menoreh perasaan tidak suka yang apabila diakumulasikan menjadi hal yang berbahaya. Hubungan antar teman bisa renggang, bahkan dalam beberapa kasus berat, tawuran pun tak terelakkan.

Hemm, kayaknya emang perlu banget bawa filter kemana mana. Filter omongan. Peribahasa diam adalah emas kadang memang terbukti :)

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?