Minggu, 03 April 2011

I Order Positive, Please...

No comments    
categories: 
Who says, you're not perfect?
Who says, you're not worth it?
Who says, you don't pass the test?
Who says, you can't be the best?
Who said, who said?

Di postingan sebelumnya, saya udah merunutkan metode-metode yang dipakai untuk ABT Training. Jujur, saya jatuh cinta pada training ini. Oh, ralat. Saya jatuh cinta pada semua training-training yang SPEAK adakan. Karena, pasti sangat akrab dengan kata kata positif, penggalian potensi, optimis, dan menyenangkan.

Selama saya melanglang buana ke beberapa organisasi, saya belajar beberapa tipe lingkungan di organisasi-organisasi yang sudah saya masuki. Kebanyakan dari mereka adalah tipe yang masih berfokus pada kekurangan anggota-nya. Misalnya, untuk penentuan anggota per divisi, bukannya digali potensi tiap anggota dan dimasukkan ke divisi yang sesuai dengan passion dia, tapi organisasi tersebut hanya melihat apa yang dibutuhkan oleh divisi tersebut, berapa kuota divisi itu, lalu anggota masuk per divisi secara asal, tidak digali dulu passion per anggota mengarah kemana. Tsah, anggota organisasi juga punya hak untuk dihargai kepribadiannya lho, diterima kelemahan dan kekurangannya, dibuat nyaman untuk masuk suatu divisi yang benar-benar dia mau, bukan hanya melihat kebutuhan dari si divisi aja. Lihat minat dan bakat si anggota juga.

Ada pula beberapa organisasi yang masih melihat perlunya tes mental untuk pemilihan ketua. Seakan jika si calon ketua sudah lulus tes mental, maka kinerja si calon ketua untuk ketemu birokrasi yang lebih tinggi lagi, mentalnya sudah sekuat baja. Padahal, sepengamatan saya, gak ada dampak besar kalau si calon ketua ini lulus tes mental atau gak. Kondisi selalu berubah, selalu flexible. Tes mental diawal gakan pernah jadi jaminan bagus apa gak si calon ini akan memimpin. Prinsip saya pribadi, menjatuhkan orang dengan alasan apapun, tetap suatu perbuatan yang (maaf) tak berperasaan. Kita sebagai manusia, ingin dihargai, diapresiasi, disemangati, dan didukung. Bukan dijatuhkan.


Ada pula beberapa organisasi yang mensyaratkan tes "pengetahuan" untuk pemilihan badan pengurus harian (BPH). Para calon BPH ini disidang per orang, dites seberapa pintar logikanya dalam berfilsafat dengan bahasa langitan yang orang awam pasti gak ngerti. Saat dites seperti itu, seakan dunia sedang menonton kita, dan saat kita gak tahu mau jawab apa karena pertanyaannya aja gak ngerti, rasanya pengen menghilang aja tiba-tiba. Saya pernah dalam posisi ini, dites tentang filsafat yang jujur saya gak tahu apa-apa. Ditanya pernah baca buku filsafat yang ini atau itu gak. Kontan saya jawab gak pernah, dan si pengetes itu bereaksi seakan-akan saya adalah orang paling malas sedunia karena gak baca buku yang dia sebutkan. Jujur saya sebagai orang yang doyan baca, langsung down. Saya sangat suka baca buku, tapi bukan buku dengan genre yang dia maksud. Lalu, saya dianggap gak baca buku kah atas fakta itu?

Ada juga beberapa organisasi yang masih ada tes fisik, tes keberanian, pelantikan dengan acara diomel-omelin dulu, di-bully senior, ada acara drama berantem beranteman sebelum pelantikan, dan masih banyak lagi kegiatan organisasi yang saya kategorikan sebagai perbuatan yang abstrak. Tes fisik untuk apa? Yang lulus apakah menjadi jaminan akan sehat wal'afiat sepanjang tahun kepengurusan? Tes keberanian seperti jurit malam untuk apa? Apakah akan ada hantu saat kita menjabat di organisasi itu, hingga harus "kenalan" dulu? Diomel-omelin senior juga untuk apa? Haha, saya produk kongkrit untuk yang satu ini. Saya pernah merasa sangat tak menghargai diri sendiri, bahkan memercayai apa yang senior saya bilang tentang diri saya yang gak ada gunanya, nyolot, bikin susah dan lain-lain. Tapi, ternyata makin lama, saya makin sadar. Who the hell the senior is? They don't know me deeply, so they don't have a right to put label on me. I control my life, my personality. I have fully control of it :)




Setelah membaca buku The Secret, saya makin sadar kalau kekuata kata-kata sangat mempengaruhi hidup kia, mempengaruhi dunia. Kata-kata yang positif ataupun negatif sama-sama membangkitkan perasaan yang kuat. Bedanya, kalau negatif, dampaknya malah menjatukan orang (bikin down susah naik), sebaliknya kalau positif, dampaknya kita menghargai atas apa diri kita dan apa yang kita kerjakan. Coba deh, orang yang terus menerus diasup kata-kata positif, dipuji karena pekerjaannya, jauh akan lebih mencintai apa yang menjadi kewajibannya, dan mau melakukan hal baik (yang dipuji tadi) terus menerus.

Dan kenangan akan momen-momen dimana kita dijatuhkan oleh orang lain, atau disemangati dengan kadar tinggi, akan terus kita ingat, kita bawa terus sepanjang hidup kita...


Kata positif, aura penuh apresiasi, lingkungan sarat senyuman, akan selalu kita kenang dan ingat. Kita sebagai manusia akan sangat berharga telah dilahirkan ke dunia, saat seseorang memandang kita secara setara. Penjatuhan harga diri orang lain atas alasan apapun, tetap perbuatan yang abstrak menurut saya.

Mana kata positifnya? ayo jadi optimis, bangun atmosfer positif dan optimis ini di sekitar kamu. Caranya, dimulai dari kita sendiri. Sudahkah kita menghargai diri sendiri? Menggali sampai akhirnya menemukan potensi kita terletak dimana, menetapkan tujuan kita, dan memandang orang lain secara secara dan positif juga? Sampai akhirnya, konsep inilah yang kalau dianut oleh suatu organisasi, maka akan menghasilkan anggota yang bangga telah berada dalam organisasi yang mampu mengangkat dirinya sebagai manusia sejati. Dijamin bakal betah deh di organisasi itu, kan anggotanya saling mendukung dan menguatkan :)

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?