Setelah membaca Pride and Prejudice, saya menemukan diri saya yang dulu kembali. Diri saya yang sangat mudah terhanyut dalam sastra dengan diksi langka dan beberapa detail dengan sudut pandang yang berbeda. Lebih lebih ke novel terjemahan sih. Rasanya membaca sesuatu dengan diksi yang jarang sekali dipakai oleh penulis Indonesia atau percakapan sehari-hari, membuat kisahnya jadi semakin menarik. Belum lagi perbedaan sudut pandang dan tutur sehari-sehari yang membangun persepsi kuat pada pembaca.
Kali ini, saya membaca novel Hummingbird karya LaVyrle Spencer. Saya nggak typo loh itu, emang penulisan namanya seperti itu, Unik kan ;) Baca romance ini secara nggak sengaja. Saya menemukan bukunya tergeletak di salah satu kios buku loak di Jogja. Karena berhasil meawar dengan harga yang sangat murah, maka saya ambil. Saya tidak tahu bahwa saya mengambil buku yang lagi-lagi menambah penalaman membaca sastra dengan sangat benar.
Beberapa kali saya melihat resensi orang mengatakan novel Spencer yang ini sangat detail dan penuh dengan adegan dewasa. Saya nggak terlalu memusingkan hal tersebut sampai akhirnya membuktikan sendiri.
Novel ini menceritakan Abigail McKenzie yang harus merawat dua pria yang terluka parah. Satunya David Melcher adalah pria baik-baik dengan kadar sopan satun yang tinggi, yang satu Jesse DuFrayne adalah perampok kereta api keras kepala yang mulutnya hanya mengenal kata-kata kasar. Abigail sendiri adalah salah satu wanita dengan martabat paling tinggi di kota Stuart's Junction. Nah, dari deskripsi saya barusan bisa dibayangkan betapa kuatnya karakter ini.
Ternyata, penggambaran detail yang dilakukan oleh Spencer memang ampuh untuk membangun persepsi pembaca pada ketiga karakter tersebut. Semakin lama, pembaca semakin mengukuhkan karakter ini ke dalam otaknya, merasuki sudut pandangnya. Lalu konflik muncul saat kedua pria itu mencintai Abigail dan begitu pun Abigail yang tak bisa memilih.
Rasanya tutur detail Spencer memang hampir menyaingi J.K Rowling. Tak ada satupun bagian yang tak dideskripsikan. Sampai pada adegan ranjang. Nah ini yang menarik, Spencer membungkus bagian dewasa ini dengan sangat rapi! Ia menggantikan kata-kata vulgar adegan dewasa dengan sesuatu yang bersifat aksi sederhana. Seperti "menyenderkan bahu". "tangannya terkulai", "menarik secara perlahan", dan banyak sekali kalimat bungkus yang digunakan Spencer untuk menggambarkan adegan intim ini dan merubahnya jadi adegan emosional.
Iya adegan emosional, kamu nggak salah baca.
Saya malah sangat terharu dan pengen nangis di adegan intim itu. Karena jadinya penuh emosi, penuh drama yang intens, menggambarkan perasaan yang dialami masing-masing karakter. Dan sangat menyentuh! Astaga, saya nggak bisa membayangkan kenyataan bahwa saya memang tersedu-sedu sedih saat Abigail McKenzie dan Jesse DuFrayne berhubungan intim. Ironis kan.
Saya rasa, standing applause untuk Spencer bukan hal yang berlebihan.
Saking kuatnya penggambaran ketiga karakter yang diciptakan Spencer ini, saya bahkan membaca ulang dua bab terakhir berkali-kali. Astaga, rasanya gila sampai harus melepaskan penggambaran indah yang diukir Spencer diatas kertas.
Oh satu lagi, saya punya imajinasi tersendiri saat baca buku ini. Kalau di novel Pride and Prejudice saya dengan kuat membayangkan Elizabeth diperankan oleh Anne Hathaway (yang ternyata malah Keira Knightley). Di novel Hummingbird ini saya membayangkan Abigail McKenzie diperankan oleh Rachel McAdams! Uh, kuat banget penggambarannya :O
Buat kamu yang mau baca, pastikan dulu kamu bertahan di deskripsi detail. Disini nggak bisa baca cepat, karena setiap inci aksi yang ditulis menggambarkan maksud tertentu. Dan pastikan kamu akan menggilai Jesse DuFrayne setelah menghabiskan lembar terakhir.
Gambar dari : http://pinterest.com/pin/215328425903157674/ |
-- hit me on @dinikopi
0 respon:
Posting Komentar
Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?