Rabu, 02 Januari 2013

[Review] 5 cm : Kurang Menggigit!

9 comments    
categories: 
Film 5 cm udah beredar dan yang saya dengar kebanyakan adalah testimoni. Keren, seru banget, sampe nonton berkali-kali, kira-kira begitulah komentar yang saya lihatdari kicauan Twitter.

Saya jadi penasaran dong, kayak apa sih filmnya? Secara buku belum dibaca, jadi nggak bisa bandingin buku-film. Setidaknya bagian kritik dari otak saya bisa diam dahulu. Oke, dengan memantapkan hati, saya menonton film 5 cm tersebut sendirian.
Gambar dari : http://amiratthemovies.wordpress.com

Beberapa menit pertama, saya masih agak tertawa dan menanti dengan sabar inti dan konflik cerita. Setelah satu jam, saya heran. Mana nggak ada konfilknya? Kalau perpisahan 5 sahabat ini dijadikan konflik, rasanya visual kurang kuat. Ada ekspresi para pemain yang kosong. Rasanya berpisah itu ya biasa saja. Sedih, tapi nggak menggetarkan hati. Oke, saya pikir mungkin konfliknya ada di Gunung Semeru ini. Saya tetap menunggu manis.

Sesampainya di adegan Semeru dan panjat-panjatan itu, saya semakin bingung. Lho, ini jadi kayak film pariwisata Indonesia. Pemandangan yang ditampilkan sebenarnya biasa saja. Namun, efek dari suara yang menggelegar seakan menambah efek dramatis. Tapi lagi-lagi hati saya tak ikut melongo dengan pemandangan ini. Saya yang pernah mengintip area Semeru (dekat Bromo kalo nggak salah kan), rasanya malah lebih bagus yang saya lihat sendiri daripada di film.

Lalu mana konfliknya? Jejaring cinta yang ruwet juga nggak rapi terjalin. Mungkin si sutradara pengen ada efek surprise pas Riani bilang dia suka sama Juple, bukannya Genta. Tapi, saya pikir kok jadi nggak smooth. Karena sebelum adegan pengakuan ini, tak secuil pun perhatian Riani yang mencurigakan ke Juple. Oke saya tahu ini kejutan, tapi kejutan dalam fiksi pun butuh adegan pembangun yang rapi, bukan? Unsur kebetulan atau kejutan tanpa dasar akan membuat fiksi menjadi datar.

Setelahnya, film habis dan menuju permasalahan konflik. Yang dibahas ya jejaring cinta ini. si A jadi apa si B, si C nikah sama D, dan sebagainya. Tapi jadi aneh, karena masalah jejaring cinta ini nggak memuncak kan. Lah, sumpah saya bingung.

Sehabis keluar bioskop, saya merenung. Mungkin ini film memang untuk meningkatkan nasionalisme dan motivasi mengejar mimpi. Tapi ah, rasanya lebih keren film Laskar Pelangi. Kalau pun film nasionalisme, kenapa harus ada ucapan cheesy seperti "gue nggak mau kuliah di luar negeri ah, gue kan cinta Indonesia" (kira-kira begitu, saya tak hapal). Lah, jadi kalo kuliah ke luar negeri jadi benci sama Indonesia?

Wah ini bisa membangkitkan nasionalisme semu kebanyakan orang saja. Orang mungkin saja menganggap, cinta Indonesia itu harus jalan-jalan hanya di Indonesia dan kuliah hanya di negeri sendiri. Seolah-olah yang mencelakai teori tersebut, jadi tak nasionalis. Blah, mungkin saja film ini mampu melupakan bahwa Soekarno, Hatta, Habibie, dan beberapa pendiri bangsa pernah mengenyam pendidikan di luar negeri dan masih mau "berkotor-kotor" membangun bangsa Indonesia.

Sempat juga dengar sentilan "ini kan film Indonesia, jadi kita harus nonton dong. Masa film anak bangsa dikritik melulu". Lalu yang nggak nonton, jadi nggak cinta Indonesia? :)) Saya pribadi suka film Indonesia, banyak yang lebih bagus dan mengangkat isu lebih penting daripada film 5 cm sih.

Maafkan kalau kalimat saya bernada nyinyir. Film 5 cm mungkin bagus pada pasarnya, tapi yang pasti film ini tak mempan pada saya. Lebih ke pemilihan selera mungkin ya. Tapi setelah nonton film 5 cm, memang ada baiknya untuk dicerna perlahan, dan tidak langsung diambil sisi nasionalisme semu ataupun hiking ke Semeru tanpa persiapan matang :))


-- hit me on @dinikopi

9 komentar:

  1. selama sekitar 2 jam aku nonton film. Aku cuma merhatiin karakter Genta. That's all. disamping dia si ganteng Fedi Nuril. Dia satu-satunya karakter pali inspiratif dari 4 orang yang menurutku sih gak penting heehehe. Dan ekspresi ketika Riani blg punya rasa sama Zafran di sisi danau. Itu ekspresi paling pol. dan setelah itu nothing. heheheh

    BalasHapus
  2. Review bagus din...
    Jadi pengen baca novelnya lagi buat ngebandingin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah dan aku pun makanya jadi penasaran sebagus apa sih bukunya :O

      Hapus
  3. Iya kurang nendang filmnya, endinya kurang greget, trus terlalu cepat di bagian pendakiannya, film ini juga gk mempan sm saya meski tmen2 blg bagus dn mereka pegen ntn 2 x hehe

    BalasHapus
  4. Setuju din, semalem gue nonton di RCTI. Berkali-kali nanya dalam hati, "Apanya yang special sih? Bagus dimananya sih?" Trus mereka daki gunung Mahameru cuma kaya lagi mau ke puncak, persiapannya kurang banget. Alat pengaman standard seperti helm atau tali aja gak dipake. Hello? Gak logis ah. Apalagi saykoji ujung2nya nikah sama happy salma, itu more than lebay kalo menurut gue. Pembangunan konflik cintanya juga kasar banget, setuju banget deh sama lo din. Untung gue cuma nonton di rcti, jadi gak rugi-rugi amat. Hehe..

    BalasHapus

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?