Rabu, 17 Februari 2010

Integritas Vs Refleks

No comments    
categories: 
belakangan ini kata "integritas" benar benar melekat erat dalam kepala saya

Integritas adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain (http://indosdm.com/kamus-kompetensi-integritas-integrity)

saya merasa,
saya mulai kehilangan integritas saya,
dalam arti kok belakangan ini saya sering melenceng dari nilai-nilai yang saya anut...

contoh :
saya percaya, saya masih menganut nilai-nilai kejujuran
nah ada beberapa kasus dimana saya harus berbohong dan itu sangat tidak mengenakkan,
karena pada kasus-kasus ini, saya merasa lebih baik jujur dan tanggung apapun resiko yang terjadi...

kebanyakan kasus ini adalah kepada diri saya sendiri,
maksudnya,
saya sering tidak jujur pada diri sendiri,
yah sama orang lain juga sering...
apa yang di kepala, apa yang di hati, beda ama yang di mulut..
i didn't mean that, seriously...
tapi entah kenapa seperti refleks...
saya merasa tidak mengetahui apa yang saya inginkan...
dan kalaupun saya tahu apa yang saya inginkan, saya tidak berani untuk jujur tentang pendapat saya..
#itkillsme : (

kasus kedua adalah,
saya masih sangat mempercayai nilai-nilai perbedaan,
saya sangat menyadari bahwa kita dilahirkan dan dibesarkan dengan cara yang berbeda,
yang berarti menghasilkan pola pikir yang berbeda pula..
saya biasanya sangat menghargai bila ada orang yang tak sepaham dengan saya
saya langsung ambil jalan tengah dengan cara membiarkan ketidakpahaman visi kami
maksudnya biar ga bentrok, biarlah kami menjalin hubungan humanis saja..

tapi ada saat-saat (yang belakangan ini sering terjadi)
dimana saya ikut-ikutan teman saya untuk mempermasalahkan perbedaan orang lain
dan lagi lagi, seperti refleks..
entah darimana saya mendapatkan pikiran "meng-iyakan" untuk ribut dengan perbedaan

biasanya,
kalo ini terjadi dan pada saat itu juga saya sadar kalau saya sudah keluar garis yang saya tetapkan,
saya hanya tersenyum mendengar beberapa teman saya membandingkan perbedaan ini itu
dan memilih untuk diam saja..

yah saya bukan orang yang pandai mengekspresikan apa yang saya rasa,
jadi saya ga mungkin ngomong blak-blakan tentang pikiran "legowo" saya
kan ga semua pikiran di otak itu bisa dikeluarkan,
biarlah hanya saya dan Allah yang tahu...

kasus ketiga (yang tak kalah membingungkannya),
saya sangat mengenali diri saya sendiri,
yang saya tahu,
saya adalah gadis yang pandai berbicara dan bertanya, dan pastinya mengekspresikan pa yang ada di dalam hati,
dulu saya melakukannya dengan otomatis

namun kemana diri saya yang seperti itu?
saya merasa diri saya yang sekarang makin hening,
lebih ke good listener tapi bukan lagi good speaker..
jika datang saatnya untuk memverbalkan apa yang ada di otak,
kosakata saya kacau, dan yang muncul hanyalah kata-kata seperti
"maksudnya", "ya gitu deh", "errr", "gituu",
dan berbagai kata yang makin menunjukkan ketidakmampuan saya memverbalkan pikiran saya...

ini sangat mengganggu,
karena saya butuh kelancaran berbicara layaknya saya mengetik (seperti mengetik kontemplasi ini, lancar sekali ! )


apa yang harus saya lakukan?
sepertinya saya harus merumuskan ulang apa yang menjadi nilai-nilai saya
dan apa yang saya inginkan...
karena dengan begitu saya yakin bisa mencapai ketenangan batin
hahaha

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?