Jumat, 15 Oktober 2010

Somebody

1 comment    
categories: 
Pernah gak ngeliat orang yang naik ke metromini atau bis yang sedang kalian tumpangi trus alih-alih mengamen atau berjualan, mereka malah minta-minta. Yah, mereka bisa sebut cara mereka halus, tapi saya lebih suka menyebutnya dengan "minta paksa".

Gimana gak "maksa", setiap orang-orang seperti ini menongolkan muka mereka, dengan tampang "sok preman" sekaligus "sok gak ngancam" mereka bilang dengan suara bersahut-sahutan (biasanya ada lebih dari satu orang), jadi sering gak kedengeran sebenernya apa yang mereka bilang, tapi beberapa kalimat ada yang sempat saya ingat betul  :

"apalah arti seribu dua ribu untuk bapak ibu, yang kami inginkan hanya keikhlasan. Kami tidak mengharapkan kesombongan bapak ibu, daripada kami menodong atau menjambret, bla bla bla"

Setelah saya perhatikan, biasanya para penumpang sangat sedikit yang mau merogoh kantong mereka, lain halnya jika ada pengamen yang nyanyi dengan suara sesejuk air es dari kulkas di siang bolong. Yang paling saya ingat, setelah minta-minta itu, mereka masih ngedumel sebelum turun dari bis, ini yang sempat saya tangkap :

"tauk nih yang ngasih cuma 3 orang"
"otaknya pada belum sadar-sadar juga"

Lha, emosi saya. Maaf, ralat, bukan emosi. Lebih tepatnya gak ngerti sama jalan pikiran mereka. Belum ngerti mungkin.

Siapa yang belum "sadar" sebenarnya? Ini bukan pertanyaan menyalahkan atau menyudutkan, tapi hanya mempertanyakan untuk mengkaji ulang dimana akar permasalahannya.

Lowongan kerja masih buanyak. Kolom iklan kerja masih beredar secara luas, belum lagi wirausaha sudah makin menjamur. Kok mereka bisa-bisanya bilang kami (para penumpang) yang belum sadar? Apakah mereka tidak pernah melihat brosur lowongan pekerjaan ditempel disana sini?

Lalu saya sadar, dan sedikit meringis. Ini sangat besar kemungkinannya karena mereka tidak punya soft skill. Bagaimana mau melamar kerja, bagaimana mau menyelesaikan sebuah pekerjaan, bagaimana mau menghasilkan uang yang lebih banyak, kalau mereka tidak memiliki bekal ke situ. Damn, balik lagi ke isu mandulnya pendidikan, kondisi negara yang korup, kebijakan pemerintah yang lemah, praktisi yang tumpul, bla bla bla. Wah bisa panjang kalo mau dibahas satu-satu

Jadinya saya mikir, kalo aja ada beberapa orang yang berinisiatif untuk "mengarahkan" mereka agar mendapat keterampilan untuk bekerja. Wow, akan sangat berharga sekali untuk mereka pastinya. Tapi siapa? Apakah ada seseorang untuk membantu mereka? Raise your hand please and show the world that you care..

Di metromini yang saya tumpangi itu, saya jadi merenung tentang betapa beruntungnya hidup saya. Kuliah alhamdulillah masih lancar, kerja bisa dibilang bagus, kegiatan luar kampus poll, wah dan sejuta anugerah lainnya yang telah saya pegang. Dan pastinya terselip rasa bersalah, mengapa saya yang sempurna ini tidak bisa membantu mereka?

I always wondered why somebody didn't do something about that. Then I realized I was somebody

1 komentar:

  1. "I always wondered why somebody didn't do something about that. Then I realized I was somebody"

    -> Poin paling oke!

    BalasHapus

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?