Minggu, 16 Januari 2011

Choose What You Love

2 comments    
categories: 
Yep, berkaitan dengan postingan sebelumnya, di kalimat penutup saya, udah saya tulis kalo untuk bertahan, pilihlah sesuatu yang kamu suka, sesuatu yang kamu cintai, biar selalu bahagia. Nah, ini ada hubungannya dengan masalah adik saya, Maulidina Fahada

Dia baru kelas dua SMA, dan mulai saat-saat khawatir tentang jurusan yang akan dia ambil saat kuliah nanti. Walaupun masih satu setengah tahun lagi sebelum dia akhirnya harus benar-benar memutuskan, tapi dia udah kesal karena sejak kelas dua SMA aja belum bisa memutuskan apa yang akan menjadi jalan hidup dia, apa bakat dia, dan apa yang harus dieksplor dari dirinya.

Dia melirik ke saat-saat SMA saya yang katanya udah kokoh mau milih apa, dan menentukan tujuan hidupnya sendiri, dan udah mulai menyicil impian. Katanya, dia mau seperti itu. Walaupun saya terkesan seringkali berganti impian atau berubah cita-cita, tapi katanya itu lebih baik daripada tidak memiliki tujuan hidup sama sekali dan bermain aman dalam hidup. Well, itulah yang saya lakukan, take a risk :)

Maka, mulailah dirinya ribut mengoceh tentang apa yang akan dia pilih. Dulu dia bilang, ingin menjadi guru matematika saja, tapi melihat peluang kuliah matematika yang bikin otak mau meledak, akhirnya dia urungkan niatnya itu. Eh sekarang dia malah semakin bingung mau jadi apa. Di lain pihak, si nyokap udah mulai memprovokasi adik saya ini untuk masuk STAN atau tetep di cita-citanya yang dulu jadi guru. Tetep, sepertinya Dina gak puas, dia ingin lebih dari itu, karena dia tahu dirinya lebih hebat dari apa yang telah dia limitkan dulu.

Perbincangan tentang bakat mengalir dari mulutnya ke saya, kami bercerita seru tentang apa yang ia sukai dan apa yang membuat dia nyaman. Saya berkali-kali bilang kalo saya gak pengen memprovokasi dia untuk milih jurusan yang saya dulu ga sempet ambil seperti Hubungan Internasional, Komunikasi, serta berbagai jurusan menggiurkan lainnya. Saya berusaha keras menjadi netral. Saya mau dia memilih jalan hidupnya sendiri.

Kuncinya sebenernya cuma satu, pilih apa yang kita cintai. Karena itu akan membuat kita bertahan selama kurang lebih 4 tahun di kampus. Urusan mau kerja apa, itu belakangan. Kerja adalah tentang skill bukan ijazah, jadi gak perlu terlalu memikirkan mau jadi sarjana apa. Nah, urusan bertahan di kampus bertahun-tahun inilah yang harus diperhatikan. Karena ada saat-saat kita bisa membenci kampus kita dan ingin enyah saja dari semua perkuliahan dan meliburkan diri sebulan. Jadi, pilihlah jurusan yang buat nyaman, yang buat kita makin jatuh cinta.


Sedikit cerita, waktu saya zaman SMA dulu, nilai kimia saya gak pernah stabil dapet 90 keatas. Selalu fluktuatif, antara 60-90, bahkan sering kali remedial. Tapi saya tetep keukeuh untuk memilih jurusan kimia diantara jurusan arah eksakta. Kenapa? karena saya suka kimia! Walaupun nilai saya jelek, tapi saya terpesona sama kimia, saya suka konsep-konsep logika di kimia walaupun membenci perhitungan angkanya. Makanya saya bisa memilih jurusan yang penuh dengan praktikum ini.

Dan hasilnya, voila! walaupun saya antisosial di kampus, walaupun saya ga suka birokrasi kampus, walaupun saya gak peduli sama organisasi eksekutif kampus, walaupun saya bingung sama mekanisme ngajar dosen, tapi well saya masih bertahan di kimia. Saya suka kimia organik, saya senang kimia lingkungan, saya naksir sama praktikum, makanya saya masih bertahan di jurusan kimia ini.

Yah walaupun udah gak ada niat lagi untuk kerja yang berbasis kimia, tapi setidaknya saya dapet konsep logika kritis dari jurusan kimia ini yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari.

Bingung sama pilihan? pilihan apa saja yang mau kamu ambil? Saya sarankan, kamu pilih yang kamu cintai :)

2 komentar:

  1. wew kyaknya adik loga jauh bda ma gw din heheh mpe skrng aja gw masih bgung lo :-)

    BalasHapus
  2. wuahaha..
    mari mengeksplorasi bakat :)

    BalasHapus

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?