Rabu, 12 September 2012

#2 No Pain No Gain, They Said

No comments    
categories: 
Sejak kecil, saya selalu memperhatikan tingkah laku Ibu. Saya kagum sekali pada beliau. Pasalnya, beliau ini sangat multitalenta. Masak bisa, ngajar bisa, bisnis bisa, ngurus anak bisa. Duh pokoknya apa aja dilakonin deh asal anak-anaknya bisa dapat sarana dan prasarana yang cukup.

Berawal dari ngeliat talenta nyokap, sejak SMP, saya selalu ingin jadi perempuan yang multitalenta! Rasanya keren gitu, bisa apa aja. Dan, tentunya nggak akan repot cari kerjaan. Plus, hidup kan otomatis akan lebih mudah kalau kita bisa segalanya.

Inilah yang membuat saya tertarik untuk belajar Social Media.

"Ngobrol" udah jadi nama tengah saya sejak dulu. Makanya itu, sejak kenal sama Social Media, saya jadi keranjingan ngutak ngutik dunia yang satu ini. Dimulai dari masuk divisi Social Campaign (atau yg lebih populer disebut divisi Public Relations) Suara Pemuda Anti Korupsi, saya jadi kebagian tugas buat ngupdate Social Media organisasi kece ini.

Gambar dari :  http://pinterest.com/pin/118712140148168793/
Akibat ngehadirin banyak acara, saya jadi kenal Fikhanza dan Sultankata. Pasangan ini udah gape soal Social Media duluan daripada saya. Karena tahu saya punya ketertarikan terhadap Social Media, dua sejoli ini ngajak saya untuk kerja bareng Lucia Nancy untuk ngurus suatu brand secara freelance. Lengkap lah sudah, saya dikeroyok guru Social Media dalam satu waktu.

Waktu itu, saya pemula banget. Buta banget sama yang namanya copywriting, teknik bikin Trending Topic, nyusun laporan Social Media, sampe trik-trik ningkatin followers. Jadi lah saya melakukan banyak sekali kesalahan. Lucia (yang lebih akrab dipanggil Uci) ini orangnya detail buanget. Kesalahan peletakan titik atau teknik balas aja, bisa jadi kesalahan fatal. Saya yang dulu bukan detail-oriented jadi kewalahan sendiri.

Wuih jatuh bangun banget saat itu. Kayaknya semua kesalahan Social Media udah pernah saya icipi. Mulai dari salah akun, salah ngeskejul, lupa bales email, nggak cepat tanggap komenin buzzer, lewat ngeposting beberapa tweet, dan masih banyak lagi. Berkali-kali Uci, Sultan, dan Fikha mengingatkan saya sampai memperingatkan saya. Mereka bertiga ini keras banget. Tapi tujuannya satu, biar saya jadi Social Media Specialist yang proffesional, rapi, dan oke.

Berbulan-bulan kerja bareng sama mereka bikin saya kebal. Kebal omelan supervisor, tanggap jawab email, selalu bawa kemana-mana segala macem gadget dan koneksi cadangan, melengkapi teknik-teknik Social Media yang krucil. Pokoknya sampai saya hapal dan paham betul soal ini.

Gambar dari :  http://pinterest.com/pin/228346643576010308/
Dulu yang saya pikir perkerjaan Social Media itu gampang, setelah bekerja dengan sangat detail pada ketiga orang ini, saya jadi punya perspektif kalo Social Media itu unik! Banyak sekali detail yang harus diperhatikan. Ini menjadikan saya sebagai orang yang detail-oriented juga, akhirnya.

Kalo nggak ada mereka bertiga yang ngeroyok saya berbarengan, nggak mungkin dalam waktu setahun, saya udah nyaman di dunia ini. Sekarang malah udah bisa ngemaintain bisnis sendiri dari Social Media. Dikritik dan diomeli habis-habisan itu emang nggak melulu nyebelin. Ada kalanya mereka membuat kita jadi orang yang lebih baik. Semakin kita jatuh saat dikritik, semakin kita bisa jadi orang yang lebih baik lagi ke depannya.


-- hit me on @dinikopi

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?