Setiap naskah memiliki jalannya sendiri-sendiri
Beberapa minggu belakangan ini saya sedang tertarik pada dunia fiksi. Kamu juga udah tahu dari beberapa postingan blog ini yang didominasi oleh fiksi. Dunia baru yang lagi pengen saya pelajari secara otodidak sih. Bermula dari penasaran, eh malah keterusan :D
Pertama banget kepincut sama proyek GagasMedia untuk buat cerpen maksimal 10 halaman bertemakan patah hati. Sebulan yang lalu tepatnya, saya memutar dan mengubek-ubek pikiran saya. Kisah mana yang bisa saya tulis.
Karena penulis pemula, saya akhirnya memilih satu kisah nyata dari hidup saya. Yah, pastinya ditambah beberapa bumbu disana sini. Saya nggak mau curhat total di naskah itu dong ;) Voila! Akhirnya jadi satu cerpen soal patah hati.
Gambar dari : http://pinterest.com/pin/470696598523896219/ |
Jadilah sebuah cerpen dengan 4 halaman dengan sudut pandang yang lebh fresh daripada versi pertama. Saya suka versi kedua ini. Tapi ketika ditunjukkan ke beberapa orang, mereka bilang masih banyak koreksi minor disana-sini. Soal EYD, soal kalimat efektif, soal typo, semakin banyak cacat minor yang saya temukan, semakin saya risau. Akhirnya naskah itu saya biarkan tanpa pengeditan.
Lalu beberapa hari kemudian otak saya disibukkan dengan Gradien Writer Audition yang menuntut "kebut" fiksi selama hampir seminggu. Ini berlangsung selama sebulan. Saya udah hampir lupa sama cerpen patah hati saya. Tapi begitu lihat di salah satu jejaring sosial bahwa deadline-nya sudah mepet, saya tersadar. Cerpen itu harus saya edit sebelum telat!
Jadilah saya begadang untuk mengedit cerpen tersebut. Kebetulan pun waktunya mepet dengan mengejar deadline tugas keempat Gradien Writer Audition yang tugasnya semakin menantang. Tapi saya pecut diri saya. Ini kesempatan pertama saya, ini ladang belajar saya, nggak boleh gagal. Naskah itu harus dikirim. Lagipula, saya sudah terlanjur jatuh cinta pada naskah itu.
Sampailah saat dimana saya puas dengan pengeditan yang berkali-kali saya lakukan. Beberapa bagian saya tambahkan agar terasa makin intens dan membuat pembaca larut. Diksinya saya perhatikan betul, pokoknya saya cermati lamat-lamat cerpen saya. Selesai pada pukul enam pagi kalau tidak salah.
Saya pikir, tinggal ngeprint surat persetujuan naskah dan beli materai, lalu scan, dan ujungnya akan dikirim. Saya sangat bersemangat sekali walau hanya tidur lima jam dalam dua hari. Sampailah saya pada status ini.
Saya terpaku.
Sang penyelenggara bilang, deadline-nya lewat beberapa jam yang lalu. Tepatnya dini hari malam tadi. Deg. Saya langsung menyesali kebodohan saya, sambil berdoa semoga adminnya salah mengartikan tanggal deadline, atau saya yang salah interpretasi. Apapun agar naskah saya bisa dikirim.
Gambar dari : http://pinterest.com/pin/269230883944531543/ |
Alih-alih merasa kecewa, saya hanya bisa pasrah. Naskah ini memang sudah baik bagi saya. Tapi apa daya, sudah bukan rejeki. Kesempatan sudah hilang. Ah, biarlah, masih ada kompetisi lain.
Saya melampiaskan kekesalan paa mencari beberapa kompetisi lain. Mengalirkan emosi "kepengen belajar nulis fiksi dengan ikutan lomba" dengan tepat, menurut saya. Sudahlah, memang saya yang salah.Mengirimkan di waktu yang mepet. Memang saya yang keliru tidak mengingat tanggal deadline dengan utuh.
Nah, dengan ini saya resmi kapok mengirim sesuatu yang sifatnya mepet-mepet. Semoga kamu yang membaca juga begitu :)
-- hit me on @dinikopi
0 respon:
Posting Komentar
Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?