Sabtu, 13 Februari 2016

Valentine Atau Nggak Valentine

No comments    
categories: 
Gambar dari sini

Sebenernya tulisan soal Valentine udah basi banget. Saking basinya, selalu ada perdebatan di Facebook dan Twitter setiap tahun. Bayangkan, setiap tahun ngebahas boleh nggaknya merayakan Valentine, apa nggak cukup puas? Ckckck.

Nah, saya sebenernya juga pengen menyisipkan satu tulisan tentang Valentine. Yah syukur-syukur biar yang doyan ribut tiap tahun bisa sedikit mingkem sadar. Tulisan ini juga sebenernya berlaku buat perayaan Natal, Tahun Baru, Hari Ibu, Imlek, atau perayaan-perayaan besar lain yang gak terkait langsung secara Islami. Coba deh baca tulisan ini dari perspektif lain, yaitu perspektif marketing.

Jadi gini, pernah nanya ga sih apa yang bikin Valentine selalu hype dari tahun ke tahun? Walau udah banyak orang mencekal dan nggak setuju, tapi yang namanya tanggal 14 Februari pasti rame sama postingan Valentine. Jawabannya, Valentine masih rame setiap tahun karena disuburkan industri.

Lihat aja, saat Valentine ada berapa brand yang launching kemasan baru khusus Valentine? Ada berapa brand yang bikin kuis bertemakan Valentine? Ada berapa brand yang bikin acara soal Valentine? Banyak kan. Kenapa? Karena Valentine adalah salah satu momen yang tepat untuk jualan. Valentine adalah momennya industri yang emang kapitalis. Jadi, kalo kamu masih bawa-bawa pikiran idealis untuk counter Valentine, ya pasti mental. Maaf ya, nggak mempan tuh :P

Sekarang saya bagi cara pikir brand dalam melihat momen Valentine ya.
Dalam satu tahun ada 12 bulan, setiap bulan biasanya punya momen atau hari besar yang bisa dirayakan. Kayak Januari saatnya Tahun Baru, Desember untuk Natal, Hari Pendidikan di bulan Mei, dan lain sebagainya. Sebisa mungkin, dalam satu bulan ada satu hari yang bisa dirayakan. Buat apa? Ya buat jualan dong.

Kalo ada hari yang bisa dirayakan, saat brand mau launching produk baru, bikin acara unik, atau gelar kuis, si kegiatan ini bisa dikemas dengan lebih apik dan mengundang orang buat ikutan. Semisal, brand buku tulis mau bikin acara launching produk menggunakan kertas berinovasi baru, idealnya dia akan launching pada Hari Pendidikan agar masyarakat juga mendukung dan membeli produknya dalam rangka memajukan pendidikan bangsa. Copywriter pun berlomba-lomba untuk buat kalimat ajakan yang unik dan menyentuh hati sesuai momen. Nah, udah pas momennya, kalimatnya pun menggugah hati, produknya juga keren, pasti akan buat masyarakat mau beli. Kondisi yang "subur" banget buat jualan kan?

Balik lagi ke Hari Valentine, sekarang brand berlomba-lomba bikin produk dengan kemasan unik agar masyarakat mau membeli produk mereka untuk dijadikan kado, brand bikin kuis dengan hadiah voucher dinner dengan orang tersayang, dan brand kadang memberikan diskon atau promo yang fantastis. Siapa yang nggak pengen ikutan?

Selihatnya saya di beberapa kuis yang diadakan oleh brand, ada banyak golongan yang ikut kuis di hari Valentine. Nggak peduli apa pun agamanya, dari mana rasnya, atau berdomisili di mana, mereka sama-sama merebutkan hadiah menarik dari brand. Kenapa? Karena ya siapa sih yang nolak dikasih duit, voucher makan gratis, atau bahkan jalan-jalan ke luar negeri sama keluarga di hari Valentine?

Kalau kamu-kamu yang sering debat soal nggak boleh merayakan hari Valentine dengan pikiran idealis dan prinsip, pasti akan kalah dengan kiat-kiat industri buat jualan. Nggak cuma industri asing, industri lokal juga berlomba-lomba buat jualan di hari Valentine. Simpelnya, coba perhatiin temen kamu yang lagi buka warung cemilan atau onlineshop baju, pasti pernah kepikiran kata-kata buat mengaitkan momen Valentine biar jualan mereka laku. Semacam "Ayo sis dibeli bajunya biar tampil cakep di hari Valentine" atau "lewatkan momen kesayangan sama sahabat di hari Valentine di warung cemilan kami".

Kamu-kamu yang tweetwar soal Valentine, emang mau gantiin pemasukan ekstra mereka di hari Valentine? Yang namanya idealisme sekuat apa pun, bakal mental kalo masalahnya duit.

Di tahap ini, pasti kamu bakal bilang "Wah industri jahat dong?". Well, yang namanya industri emang jahat dan kapitalis. Kemana aja kamu selama ini baru nyadar? :) *dirajam society*

NB: tulisan ini ditulis oleh seseorang yang bekerja untuk industri dan udah nggak pake idealismenya untuk bertahan hidup. Karena idealisme nggak bisa ditabung buat beli rumah, sob.

-- hit me on @dinikopi

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?