Jumat, 04 Februari 2011

Helping Hand From Lover

No comments    
categories: 
It’s like catching ligtning, a chance of finding someone like you
It’s one in a milion, a chance of feeling the way we do

Pernah ada suatu saat saya merasa sangat terpojok oleh semua tudingan, merasa paling benar, menutup kuping dari semua pendapat orang, dan berdiri dengan opini saya sendiri. Mempersalahkan semua orang, memakai kacamata kuda, menangis tanpa henti, dan memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup.

Pada saat itu, yang ingin saya cari adalah orang yang sependapat dengan saya, yang akan bilang “setuju din, gw selalu ada di pihak lo” dan berpesta dalam opini yang sama. Yup, kadang saat marah atau kesal, kita hanya mau mendengar apa yang kita ingin dengar. Dan menutup kuping dari semua opini seluruh aspek.

Pada malam ini saya merasa kesal dan mempersalahkan semua orang, saya berniat mematikan handphone sampai pagi menjelang. Apa daya, tangan sudah gatal, kangen datang bertubi-tubi, ditambah gamau bikin pacar cemas. Hiduplah lagi handphone saya. Notifikasi datang bergerombol. Saya abaikan sementara.

Pertama yang saya lakukan adalah sms si pacar, berniat untuk laporan (baca : ngadu), sebelum akhirnya menelponnya. Respon pertama dari dia, sangaaaaat tenang. Gada intonasi cemas ataupun nuntut saya cerita panjang lebar. Selanjutnya, feedback dari dia sangat mengejutkan saya.

Alih-alih mendukung saya, dia malah berusaha menunjukkan pada saya, perspektif lain, yaitu perspektif keluarga saya. Dia menjawab apa yang keluarga saya belum bisa jawab. Dia bisa nunjukin kalo emang cemas-nya orang tua kadang tanpa alasan karena mereka cemas banget, sampai gada kata-kata yang bisa mewakili kecemasan mereka. Makanya bisa muncul kalimat “nanti kamu juga tahu sendiri kalo punya anak” dari orangtua. Ini yang adik saya juga belum bisa menjelaskan, bagaimana cara menggunakan hati untuk mengerti kecemasan orangtua tersebut. Si pacar malah dengan lancarnya nunjukin itu ke saya. Seperti teringat betapa gak ada kata yang bisa ngewakilin kalo kami berdua bilang sayang. Karena rasanya emang susah digambar, lebih besar dari kalimat “aku sayang kamu”. Nah segitu abstraknya juga kecemasan orangtua.

Dia juga bisa nunjukin kalo gada gunanya keras kepala sama keadaan. Kalau siap tanggung resiko besar, silahkan rubah, tapi kalau belum, lebih baik berdamai dengan keadaan sambil bersabar.Dia juga bisa ngejelasin apa artinya “tanggung jawab orangtua” dan keadaan di Indonesia seperti apa. Dia bisa bikin saya ngeliat kalo perspektif dari undang-undang aja ga menyelesaikan masalah yang ada. Dan dia juga menegaskan dengan lembutnya kalo ga semua orang mikir kayak saya.

Oke, saya sempat down karena ternyata dia ga di pihak yang sama dengan saya. Saya sempat menjadi pathetic dan mulai melabeli diri saya dengan kata-kata negatif, dengan maksud dia membela saya. Well, ternyata gak juga. Yang manisnya, dia malah menjadi sangat realistis, gada tuh kata-kata rayuan untuk membela saya. Kalau keadaan awalnya saya sedang negatif seperti apa yang saya labelkan pada diri saya sendiri, dia bersedia membantu saya untuk merubahnya pelan-pelan.

Dia juga ngajarin saya gimana caranya minta maaf. Well, saya akan melaksanakannya dalam waktu dekat ini  :)

Apa yang dilakuin oleh si pacar, ibaratnya gini, saya sedang di daerah gelap A. Dia tidak berpura-pura menemani saya di daerah A itu dan mengajak bertahan di kondisi tersebut. Dia dengan lembutnya meraih tangan saya pelan-pelan sambil berbicara tenang untuk membuat saya mengerti lalu mengajak saya ke daerah terang B.




Setiap orang pasti punya masalah, tapi orang yang akan membuat kita berdamai dengan masalah memang susah dicari. Alhamdulillah saya punya dia :’)

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?