Selasa, 15 Januari 2013

#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-2 "Untuk @juliaputf yg Dicibirkan"

Halo @juliaputf,
#30HariMenulisSuratCinta hari ini sih katanya untuk selebtweet, walaupun banyak orang yang nggak setuju kamu dikategorikan sebagai selebtweet, toh saya kepengen nulis surat untuk kamu. Boleh kan ya, Tukang Pos? ;)

Saya baru ketemu kamu hari Sabtu yang lalu di Twitter. Saat beberapa orang yang aku follow mulai membicarakan dirimu secara terselubung. Karena saat itu belum hip, dan akunmu belum digembok, saya berusaha untuk mempelajari sebelah mana dari akunmu yang dicibirkan oleh orang-orang. Sudah beberapa halaman Twitter saya gulung demi melihat bagaimana kamu berkomunikasi, feedback yang tertuju untuk dirimu, serta tweet-tweet yang jelas-jelas tidak menyukai dirimu.

Saya nggak kenal kamu secara langsung ya. Jadi saya pikir, saya nggak berhak untuk menilai kamu cuma dari apa yang kamu tampilkan di Twitter. Saya nggak punya hak untuk mencemoohmu atas nama tweet dan caramu berkomunikasi.

Tapi kata orang, kamu berhak dibenci karena deretan follower telur bikinanmu yang hanya ngefollow kamu. Kata mereka, kamu berhak dicemooh karena avatar kamu yang diedit yang bukan sesuai selera mereka. Saya baca, kamu dibully karena kamu niat abis punya follower banyak dan kepengen jadi selebtweet. Dari yang saya perhatikan, mereka membencimu karena kamu dinilai sok akrab dengan selebtweet dan terobsesi menjadi seperti mereka.

Saya pikir, itu tidak bukanlah alasan.

Sebelumnya saya mohon maaf atas pendapatku ini. Aku memelajari Social Media dari sisi komersil dan menggunakannya untuk kerjaan juga relasi dengan teman sekitar. Saya bukan selebtweet yang mendapat banyak sorotan sana-sini dari followersnya.

Tapi tetap saja, menurut saya, kamu nggak salah.

Apa sih salahnya punya follower banyak hasil bikinan sendiri? Kita semua bisa melakukannya. Dan itu samasekali nggak menyalahi aturan Twitter. Apa sih salahnya berkomunikasi dengan selebtweet? Kamu, saya, dan ratusan orang lain di dunia maya boleh melakukannya dengan gratis. Toh selama kita sopan dalam berkomunikasi, itu nggak melanggar hukum kan. Apa sih salahnya kepengen jadi selebtweet? Mungkin menurutmu eksistensi diri paling tinggi adalah saat menjadi selebtweet. Saya kan nggak kenal kamu, jadi mungkin saja kamu dibesarkan dengan pandangan ketenaran ini.

Dan kamu dipojokkan hanya karena ini? Agak nggak adil ya. Seperti kamu dikucilkan hanya kamu jelek, hitam, gemuk, memiliki aksen bicara yang aneh, tidak bisa memainkan piano, atau sesederhana tidak hapal dialog Lord of The Ring. Subjektif banget sih.

Dari sini, saya jadi penasaran pengen kenal kamu orangnya kayak apa. Kenapa kamu pengen jadi selebtweet, mengapa kamu melakukan usaha-usaha itu? Serta yang paling terpenting, mengapa kamu tidak menunjukkan kepribadian aslimu saja di dunia maya? Saya yakin kok, kamu orang yang baik dan bisa menjadi pribadi yang hangat. Kalau begini, kenapa harus jadi orang lain untuk merasa diakui?

You are amazing inside and outside, dear. Saya harap kamu bisa ngeh soal ini. :)

Saya nggak membela siapa-siapa disini. Saya murni orang luar yang nggak kepengen aja kita tersekat-sekat dengan label. Kita semua setara kan, dan harusnya bisa memerlakukan orang dengan kadar sopan yang sama. Saya pun bukan manusia sok bijak yang mau ikut campur dalam urusan ini. Masih belajar sih buat nggak nyinyir di Twitter, atau sesederhana nggak ngeposting keluhan. Dan mau nggak kita belajar bareng-bareng untuk memerlakukan orang sebagaimana kita pengen diperlakukan? ;)

-- hit me on @dinikopi

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?