Gambar dari : http://weheartit.com/entry/41499673/via/luulla |
Tia sesekali menangis pelan dalam gendongan Murni. Anak semata wayangnya ini sepertinya tak nyaman lantaran cuaca panas dan lembap saat itu. Di langit, awan mendung tengah menggelayut seram. Ah paling tak jadi hujan lagi, begitu pikir Murni sambil mempererat gendongannya.
Langkah Murni semakin cepat tatkala pijaran lampu kuning dari bangunan kecil bertuliskan "Go Net" menerpa pupil matanya. Terbayang sederet tugas kampus yang harus ia kebut sebelum jam tidur Tia, sebelum anaknya ini merengek minta tambahan ASI.
Ya, ia memang terpaksa membawa bayinya mengingat tak ada yang menjaga di kosan. Tentu saja, siapa yang peduli lagi padanya setelah tragedi itu.
Murni melirik bilik nomor 13 yang kosong di samping jendela. Bilik favoritnya, dimana selalu ada tempat lowong di sebelah komputer untuk menaruh Tia yang berselimut tebal sembari dirinya menyelesaikan beberapa makalah. Ia mengkalkulasikan lembaran uang yang ada di kantongnya sambil memacu diri untuk fokus pada sederetan analisa yang sedang ia kerjakan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Ah, betapa beruntungnya setahun yang lalu saat ia belum terhanyut bujuk rayuan Andre, kakak kelasnya saat SMA. Ia merindukan saat-saat bisa memangkas tugas di kamar dengan laptop di tempat tidurnya, tentu saja dilengkapi dengan kecepatan akses internet personal. Those good times.
Tia tampak pulas tertidur di sebelahnya, Murni mengecupnya sekilas. Ini semua demi Tia. Berjuang sendiri demi Tia. Berhemat demi Tia besar nanti agar tak mengikuti jejak ceroboh ibunya.
Tiga puluh menit sudah Murni melengkapi makalah yang tenggat waktunya besok pagi. Sembari istirahat, ia membuka beberapa email di kotak suratnya. Terlihat usang menandakan pemiliknya tak rajin menengok. Satu per satu, ia menyortir surat untuk dihapus atau dibalas. Sampai di email terakhir, dahinya mengernyit.
Andre Silalahi.
"Apa kabar, Murni? Aku datang ke rumahmu kemarin dan mendapati kau sudah tak lagi disitu. Ayahmu marah luar biasa melihat kedatanganku. Katanya aku datang seakan tanpa dosa. Aku hanya baru menyadari kesalahanku, Murni. Hanya ada email ini satu-satunya identitasmu yang ku tahu. Nomormu tak aktif, teman-temanmu tak ada yang tahu dimana kau berada, orangtuamu bahkan tak terlihat peduli. Aku minta maaf, bisakah kita memperbaiki semuanya?"
Gemuruh kilat datang berbarengan dengan hatinya yang seakan tertohok di sana-sini. Bulir-bulir hujan membasahi kaca jendela sama derasnya dengan air mata yang turun dari sudut mata.
Murni menutup tab browser dan menangis sejadi-jadinya.
--
Ditulis untuk #15HariNgeblogFFDadakan
-- hit me on @dinikopi
itu nangis krena bahagia apa sedih sih? :D
BalasHapusterus andre nya pergi minggat atau gimana? :D