Rabu, 31 Oktober 2012

Soto Babat Pak Amat

Gambar dari: http://pinterest.com/pin/54817320434661318/


Dua meja ke kiri, dua meja ke depan.
Diagonal.
Sudut yang sempurna.

"Es tehnya, Mas," Marko menyilahkan pelayan tersebut menaruh gelas berembun dingin di hadapannya sambil mengucapka terima kasih. Interupsi sesaat itu membuatnya jengkel. Ah, tapi tak apa. Malaikat yang duduk di seberangnya tak bergeser.

Sudah dua minggu Marko datang ke Soto Babat Pak Amat setiap hari Rabu jam satu siang. Setiap hari itu, ia selalu menemukan gadis yang sama, duduk di tempat yang sama, melahap menu yang sama, dalam keadaan sendiri. Ya, sama seperti dirinya lah.

Marko mengenang pertama kali ia menatap gadis itu saat ia menyelesaikan makan siang kilat di sela-sela deadline kantor. Ia kembali keesokan minggunya pada hari yang sama dan menemukan situasi yang serupa pula. Sejak saat itu, ia tak pernah absen di rutinitas makan siang hari Rabu di Soto Babat Pak Amat.

Bayangkan seseorang yang spesial, seperti itulah gadis yang rutin dilirik Marko di setiap suapannya. Tinggi rata-rata, mempertahankan rambut ikal sepundak di saat tren rambut panjang lurus, kaos santai yang selalu berganti warna dan corak, jaket denim lusuh, flowery headband yang membuatnya seakan peri hutan, dan saat melintas di meja lesehannya untuk mencuci tangan, Marko dapat melihat sepatu bot berwarna cokelat muda selutut dengan tali kepang. Wow, gadis ini tampak sangat mirip peri hutan yang tersasar.

Layaknya siang itu, Marko menyantap soto babat dengan sepiring nasi dan es teh manis. Menu sederhana namun tak jadi sederhana lantaran matanya disuguhkan pemandangan sejuk. Sebut ini berlebihan, tapi menemukan perempuan seperti itu sungguh kesempatan satu dibanding satu juta. Dan oh, Marko tentu saja tak punya nyali untuk berkenalan. Mana mungkin gadis seapik itu tak memiliki kekasih.

Lamat-lamat ia menelan makanan yang ada di hadapannya agar tetap ada alasan untuk memandangi sang peri hutan. Oh, kini lihat ada lelaki necis yang mendekatinya. Perubahan baru, mengingat Marko selalu melihatnya sendiri. Baiklah, mungkin saja ini kekasihnya, pikir Marko dengan hati berdenyut-denyut.

Laki-laki itu tak melepas sepatu hitamnya dan langsung naik ke arena lesehan. Ia mengucapkan sesuatu pada gadis itu dengan berbisik karena Marko melihatnya mencodongkan badan. Sesaat, peri hutan ini memasang wajah panik dan menggeleng keras-keras. Dari mulutnya terlontar beberapa kalimat cepat namun pelan sehingga Marko tak mendengar sepatah kata pun.

Belum selesai ia berucap, laki-laki itu menusukkan sebilah pisau ke perut gadis di hadapannya. Marko tersedak. Belum sampai akalnya, sang pembunuh langsung berlari secepat kilat meninggalkan sang gadis yang merintih. Otak Marko memaksa otot dalam tubuhnya bergerak menghampiri sang gadis di saat semua pengunjung terpaku di tempat duduknya dalam keadaan kaget dan shock.

Baru kali ini ia memandangi sang peri hutan dari dekat. Wajahnya sudah sepucat susu, hanya ada satu kata yang keluar dari mulutnya sebelum ia benar-benar pergi.

"Ayahku..."

Marko menggeram murka, ia bertekad untuk mencari tahu.

--

Ditulis untuk #15HariNgeblogFFDadakan







-- hit me on @dinikopi

0 respon:

Posting Komentar

Itu sih kata @dinikopi, menurut kamu?